Layanan Kesehatan Dikerahkan di Pengungsian Kebakaran Kapuk Muara: Negara Harus Hadir, Bukan Sekadar Menonton

Layanan Kesehatan Dikerahkan – Kapuk Muara kembali berduka. Si jago merah mengamuk, melahap habis puluhan rumah warga. Asap tebal menyelimuti langit, menyisakan jerit tangis para korban yang kini kehilangan tempat tinggal. Di tengah arus bantuan yang datang dan pergi, satu kebutuhan mendesak seringkali luput dari perhatian: layanan kesehatan.

Saat kobaran api berhasil di jinakkan, penderitaan tidak serta-merta usai. Ribuan warga terdampak kini hidup di bawah tenda-tenda darurat, tanpa kepastian, dan dengan ancaman krisis kesehatan yang mengintai. Di sinilah seharusnya negara tak hanya hadir, tapi bertindak—bukan hanya dengan slogan, tetapi dengan aksi nyata di lapangan.

Pengungsian Darurat: Ladang Potensi Wabah

Tenda-tenda yang di jejali warga, minim ventilasi dan sanitasi, menjadi bom waktu bagi munculnya berbagai penyakit. Anak-anak batuk, lansia mengeluh sesak, ibu hamil tanpa perawatan layak—semuanya adalah gambaran nyata dari kegentingan ini. Kebakaran bukan hanya membakar harta benda, tapi juga membuka pintu bagi ancaman kesehatan massal.

Belum lagi trauma psikologis yang mengintai para korban. Anak-anak menangis setiap malam, orang tua tak bisa tidur nyenyak, dan luka mental yang lebih sulit di sembuhkan daripada luka bakar fisik. Sayangnya, layanan kesehatan jiwa masih sangat terbatas dan nyaris tidak terdengar.

Respons Cepat: Sayangnya, Masih Setengah Hati

Pemerintah daerah memang mengerahkan beberapa tim medis ke lokasi pengungsian. Namun jumlahnya jauh dari cukup. Dua pos kesehatan harus melayani ribuan pengungsi. Obat-obatan terbatas. Fasilitas darurat seadanya. Paramedis bekerja nyaris tanpa henti, namun daya dukung logistik tak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.

Mengapa negara selalu terlambat menyadari bahwa bencana bukan hanya soal kehilangan materi, tapi juga soal keselamatan jiwa dalam jangka panjang?

Baca juga: https://joinlilrhody.com/

Kesehatan Bukan Pelengkap, Tapi Hak Dasar

Saat bencana terjadi, pemerintah seharusnya tidak menunggu laporan masuk baru bergerak. Prosedur panjang birokrasi tak boleh menjadi alasan keterlambatan penanganan. Di saat-saat genting seperti ini, kesehatan masyarakat adalah urusan darurat. Negara wajib memastikan bahwa layanan kesehatan tersedia dengan cepat, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Dimana keberadaan mobil klinik keliling? Mana tenaga psikolog untuk pemulihan mental? Apakah kita harus menunggu adanya kematian massal baru pemerintah “tersadar” bahwa penanganan kesehatan adalah kebutuhan primer dalam pengungsian?

Tantangan Lapangan dan Harapan Korban

Di tengah keterbatasan, warga Kapuk Muara tetap berusaha bertahan. Mereka saling bantu, saling jaga. Namun solidaritas masyarakat tidak bisa menggantikan peran negara. Korban butuh kepastian, bukan janji manis yang hanya berakhir di atas meja rapat.

Masih banyak warga yang belum tersentuh layanan medis. Luka-luka ringan di biarkan tanpa perawatan. Penyakit kulit mulai merebak. Air bersih sulit di dapat. Dan sementara itu, kamera media sibuk merekam—tetapi apakah pemangku kebijakan benar-benar melihat?

Saatnya Berubah: Negara Wajib Lebih Sigap

Kita sudah terlalu sering menyaksikan pola yang sama dalam setiap bencana: respon lamban, bantuan tidak merata, dan layanan kesehatan yang seolah pelengkap, bukan kebutuhan utama. Ini bukan soal satu kebakaran, tapi tentang bagaimana negara memperlakukan rakyatnya dalam situasi darurat.

Kapuk Muara adalah peringatan keras. Jika layanan kesehatan dalam pengungsian tidak di tingkatkan secara serius, kita sedang membiarkan luka-luka baru tercipta—tak hanya di tubuh, tapi juga dalam jiwa dan kepercayaan rakyat terhadap negara.

Exit mobile version